
Tips Merintis Start Up
478 Dilihat
Di era globalisasi saat ini, banyak sekali pengusaha muda Indonesia yang sukses dalam menjalankan usahanya dengan sukses. Umur tidak menentukan keberhasilan seseorang dalam membangun suatu usaha atau bisnis. Dalam membangun sebuah usaha rintisan atau start up tidak ada rumus yang pasti. Namun menurut Dr. Achsania Hendratmi, SE atau yang karib disapa Achsania, jika ingin membangun start up yang baik perlu didasari dengan ide bisnis yang berbasis pemecahan masalah.
Sebagai contoh adalah kehadiran perusahaan teknologi Go-jek atau Grab. Kehadiran Go-jek ataupun Grab diawali dari ide untuk menyelesaikan permasalahan transportasi dan kemacetan di perkotaan. Contoh lain adalah aplikasi Canva, yang menyelesaikan permasalahan bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan desain grafis.
Ide bisnis tentu adalah yang merupakan problem solving atas sesuatu, yang kemudian ide tersebut dilanjutkan dengan prototyping dan validasi pasar,” lanjutnya, dalam rilis Unair, Kamis(4/2/2021).
Selain itu dalam merintis start up, para pendiri juga perlu melakukan validasi ide bisnis agar sesuai dengan target pasar. Para pendiri start up juga perlu memiliki niat dan mental tahan banting yang kuat.
Strong Intention & Determination
Niat dan mental tahan banting yang kuat adalah syarat mutlak yang harus dimiliki oleh sesorang yang ingin memiliki bisnis. Sebab, perjalanan membangun bisnis bukanlah hal yang linear dan selalu mengalami kenaikan.
Perjalanan membangun bisnis adalah hal yang tidak pasti, kadang dapat naik kemudian turun. Pengalaman jatuh bangun pasti akan dirasakan oleh para pebisnis, terutama pebisnis pemula sehingga diperlukan mental yang kuat, tidak gampang menyerah, dan tahan banting.
“Ini (mental yang kuat dan tahan banting, red) adalah syarat mutlak dan utama, karena sering kali mahasiswa berangkat dengan harapan indah tanpa disiapkan pula mental yang kuat dan sikap tidak gampang menyerah,” jelas dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)Unair tersebut.
Idea (Validated Idea)
Ide bisnis bukan hanya sekedar ide yang terlihat menarik dan potensial, namun idea telah dikembangkan berdasarkan market research dan data. Bahkan sudah divalidasi oleh target pasar.
“Sebagai contoh, ide tersebut dikonfirmasikan ke target pasar atau konsumen apakah ide produk tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka dan menjadi pemecahan masalah atas apa yang dirasakan oleh target pasar,” lanjutnya.
Dosen sekaligus Ketua Bidang Inkubator Bisnis dan Teknologi di Badan Pengembangan Bisnis Rintisan dan Inovasi (BPBRIN) Unair tersebut juga menjelaskan bahwa ide untuk start up atau perusahaan pemula berbasis teknologi dan inovasi, perlu berada di titik tengah antara technology push dan market pull. Yaitu, ide tidak hanya berdasarkan adanya teknologi baru namun juga didasarkan pada kebutuhan target pasar atau dapat disebut dengan istilah sweet spot.
Achsania melanjutkan, terdapat berbagai cara untuk melakukan validasi ide bisnis. Yaitu dengan melakukan market research atau melakukan focus group discussion dengan mengundang target sasaran.
“Pada produk digital, validasi ide dapat dilakukan dengan membuat produk dalam versi beta untuk diuji pakai dan uji guna sembari menunggu mendapatkan feedback perbaikan fitur, komposisi, dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Sumber: kominfo.jatimprov.go.id